Minggu, 28 Juli 2013

Ada Maling!


Jadi teringat sepenggal cerita saat hidup di ICM dulu. Di Asrama Putri. Waktu itu pernah ada orang asing (baca: maling) yang memasuki kawasan khusus santri putri itu. Kejadian ini sudah terjadi beberapa kali. Beberapa saksi hidup yang menyaksikan peristiwa itu menyatakan bahwa ia melihat ada orang asing sesosok pria paruh baya yang mengendap-endap memasuki kawasan ASPI di malam hari. Karena perasaan takut yang menyelimutinya saat itu, sang saksi mata memilih diam dan tidak memergoki orang asing tersebut. Syukurnya setelah kejadian itu tidak ada satupun santri putri yang merasa kehilangan benda apapun.

Lagi. Kejadian masuknya orang asing ke kawasan ASPI terjadi lagi. Dan aku menjadi bagian dari cerita ini, bukan sebagai saksi mata tetapi sebagai.. apa yah? Pemeran pembantu mungkin lebih tepatnya (hehe..). Kebetulan tempat kejadian perkara berada tepat di sebelah kamar F tempat ku berada, yaitu di kamar D tempat dimana para wanita cantik yang dipimpin oleh sang kakak kamar Ayu Martiani dan diikuti oleh Gendis, Nadia, Ilfi, Cindi dan Azmy. ini dia orang-orangnya.

Peraturan di asrama saat itu mengharuskan seluruh penghuninya tidak boleh berada di luar kamar mulai dari jam 22.00 WIB, semuanya harus kembali ke kamar masing-masing karna waktu bertamu sudah habis. Semua pintu dan jendela dikunci. Pada hari itu aku tidur agak larut, Beres-beres kamar dulu. Sedangkan Selly, Zulfa, Indri dan Hany yang tinggal sekamar dengan ku sudah tertidur pulas. Setelah selesai beres-beres, aku langsung menuju ranjang bertingkat dan merebahkan tubuh di ranjang bagian atas. Setelah berada di atas kasur, aku baru ingat kalau pintu kamar belum dikunci, hanya terutup rapat saja. Mengingat aku sudah berada di atas kasur, aku pikir tidak apa-apa untuk malam ini tidak dikunci, toh ga ada yang tau, hehe..

Saat itu sekitar pukul 01.00 dini hari. Saat ASPI yang memiliki 2 lantai dan tiap lantainya ada 7 kamar masih diliputi kesunyian dan dinginnya malam. Ketika aku sedang tertisur pulas, tiba-tiba ada yang menggoyang-goyangkan tubuhku beserta suara sayup yang terdengar sedikit bergetar menyebut-nyebut namaku, “Mia… Mia… bangun mi...”. seketika itu juga aku membuka mata dan melihat tiga kepala wanita dengan ekspresi wajah yang ketakutan. Mereka adalah Ayu, Cindi dan Ilfi. Dengan nada yang masih bergetar dan ketakutan, Ayu melapor “Mi… ada orang yang masuk ke kamar ngambil HP Cindi…”. Seketika aku kaget mendengarnya dan agak shock juga karna baru saja setengah sadar sudah disuguhi suasana yang jadi lumayan horror juga saat itu. Langsung terlintas di kepalaku sesosok ninja dengan baju serba hitam yang dengan sigap mengambil HP (Hand Phone) Cindi dan kemudian kabur (apa sih??).

Melihat keadaan teman-teman yang masih diliputi rasa cemas dan ketakutan itu, aku langsung bergegas turun dari ranjang dan menuju ke tempat kejadian perkara. Sesampainya di kamar E, semuanya duduk dan menceritakan kronologis kejadiannya. Jadi, pada saat itu semua penghuni kamar E sudah dalam keadaan tertidur pulas. Pada saat itu ranjang Ilfi dan Cindi berada di pojok kamar sebelah kiri tepat di dekat jendela belakang kamar dan ranjang Ayu di sebelah kanannya. Sedangkan ranjang Gendis dan Azmy berada di pojok kamar sebelah kiri dekat dengan pintu kamar dan ranjang Nadia di sebelah kirinya.

Mungkin sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian orang, yang namanya HP itu selalu berada di dekat si empunya. Begitu juga dengan Cindi yang meletakkan HPnya di samping kasurnya supaya kalau ada apa-apa mudah untuk menggapainya. HP berwarna merah mencolok dan bermerek ternama yang fasilitasnya cukup lengkap. HP keluaran terbaru saat itu. HP yang baru saja ia dapatkan dari kedua orang tuanya.

Setelah semuanya terlelap, mereka melupakan satu hal yaitu mengunci jendela kamar yang langsung menghubungkan dengan dunia luar gedung asrama. Ya, mereka lupa mengunci jendela kamar. Usut punya usut ternyata sebelum mereka tidur jendela itu sudah dikunci, tetapi kemudian Nadia membukanya kembali untuk mengambil pakaian yang digantung di jemuran yang letaknya di luar tepat di dekat jendela kamar tersebut. Saat itu Nadia sedang terburu-buru menyiapkan bawaanya karena dia mau pergi menginap di luar asrama bersama keluarganya yang baru datang dari Bekasi. Dengan izin dari ibu asrama tentunya. Setelah Nadia pergi, tidak ada yang memeriksa jendela itu lagi.

Saat semua sudah sepi, tenang dan tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan, sesosok pria asing mencoba mengambil kesempatan untuk diam-diam datang ke kandang bidadari itu. Dan dari jendela belakang ke tujuh kamar yang berada di lantai bawah Asrama Putri itu, dia menemukan satu jendela yang masih terbuka. Jendela kamar E. Seketika itu juga ia melihat situasi yang cukup aman dan mencoba masuk kamar dengan memanjat jendela. Ranjang Ilfi dan Cindi lah yang pertama terlihat. Sehingga dia bertumpu pada ranjang tersebut untuk naik turun jendela tersebut. Dan matanya yang jeli menangkap sebuah HP bagus tergeletak di depan matanya. Dengan sigap diambilah HP keluaran terbaru itu dengan sukses. Setelah itu dia berpijak pada ranjang lagi dan bergegas keluar kamar melalui jendela itu lagi.

Ilfi, satu-satunya saksi mata yang melihat gerak-gerik orang tersebut. Pijakkan kaki di ranjang bagian bawah tempat ilfi tidur itu membuat ilfi terbangun dan melihat kaki yang terangkat ke arah jendela. Ia melihat sosok pria dengan pakaian hitam dan celana berwarna gelap hendak keluar dari kamar melalui jendela belakang. Ilfi merasa gemetar dan tidak bisa melakukan apa-apa, berucap saja rasanya sulit sekali. Perasaan takut yang meliputinya membuat otaknya kalang kabut dan yang terbesit saat itu adalah orang tuanya. Saat orang asing itu berhasil keluar, Ilfi langsung menelepon orang tuanya di rumah dengan tepeon genggam miliknya dan menceritakan semua yang ia saksikan saat itu.

Setelah itu, Ilfi dengan segera langsung membangunkan Ayu (sebagai kakak kamarnya yang bertanggungjawab) dan kemudian Cindi yang tidur di dekatnya. Dengan suara gemetar dan wajah yang sangat ketakutan, Ilfi berkata pada Ayu dan Cindi dengan kalimat yang agak aneh sehingga membuat Ayu dan Cindi menjadi bingung dan tidak percaya. Ilfi berusaha mengatakannya, “Kak, ada laki-laki pake baju hitam-hitam tadi yang masuk kamar terus keluar lagi” sambil menunjuk ke arah jendela. Sontan yang langsung berada di benak Ayu dan Cindi adalah hantu, karena Ilfi bilang berwarna hitam-hitam dan ia menembus jendela untuk keluar masuk.

Tapi kemudian di tengah ketakutan mereka itu, ketika Cindi berinisiatif untuk menghubungi (siapapun) yang bisa dihubunginya, Cindi menyadari HP barunya tidak berada di tempatnya. Ia mencoba mencari di sekitar ranjang kasurnya tetapi tidak ditemukannya. HP nya hilang. Cindi langsung menangis dan menambah kepanikan mereka bertiga. Ayu sebagai wanita tertua di antara mereka mencoba menenangkan dua anak kamarnya bak seorang ibu kepada anak-anaknya. Kemudian Ayu mengajak keduanya untuk meminta tolong pada kawannya yang lain dan yang terpikirkan olehnya saat itu adalah mendatangi Mia, karena memang kamar kita bersebelahan.

Mendengar kronologi kejadiannya, aku jadi ikut merinding juga. Maklum terbawa suasana. Seketika juga aku langsung melihat ke kolong-kolong kasur, barangkali masih ada orang rasing disana. Karena teringat kasus-kasus sebelumnya yang mendapati orang asing berada di kolong kasur tetapi tidak ketahuan. Setelah pelaku mengaku, baru kehahuan bahwa ada penyusup di ASPI waktu itu.

Di kamar itu, dengan suasana yang masih agak horror dan kepanikan yang tersisa, dari pintu kamar yang sejak kedatangan kami tadi terbuka lebar dan langsung menghadap ke jendela luar asrama yang menampakkan kegelapan malam. Tiba-tiba kami melihat seorang laki-laki dengan jaket coklat tebal yang pandangan matanya lurus tajam memandang ke arah kami . Dengan sebilah samurai di depan dadanya, dia terus memandangi kami seakan memastikan bahwa ada orang di dalam. Sekilas memang pemandangan itu agak menyeramkan, bahkan Ayu, Cindi dan Ilfi berteriak dan menutup wajahnya. Aku juga agak takut saat itu, tapi aku coba memberanikan diri menghampiri orang itu. Dan ternyata orang itu adalah Pak Solichin. Ustadz yang paling dekat dengan para santri dan juga rumahnya tidak berada jauh dari Asrama Putri. Biasa juga dipanggil Pak Ihin. Fiuuuhh…

Rupanya Pak Ihin segera datang ke Asrama Putri setelah mendapat telepon dari orang tuanya Ilfi. Ternyata orang tuanya Ilfi langsung menghubungi Pak Ihin setelah mendengar anaknya menangis ketakutan. Setelah ku buka pintu asrama dan ku persilahkan Pak Solichin masuk, beliau menanyakan keadaan kami. Dengan sigap dan sebilah samurai yang kilatannya menyilaukan mata ku, beliau memeriksa ke arah jendela dan daerah belakang jendela yang belum tertutup itu, karena kami tidak berani menutupnya lagi.

Setelah kedatangan Pak Ihin, kami menjadi lebih tenang. Beliaupun berkata akan mencari orang tersebut dan menyuruh kami untuk kembali beristirahat. Pak Ihin pun kembali pergi dari ASPI. Walaupun detak jantung masih belum sepenuhnya normal kembali, aku juga akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamarku. Aku memberanikan diri melewati lorong koridor ASPI yang sepi sendiri karena tak ada satupun yang terjaga kecuali kami berempat. Dan setelah mengunci pintu utama gedung ASPI, aku langsung menuju kamar dan naik ke ranjangku. Berusaha untuk memejamkan mata walaupun sulit.

Begitu juga dengan Ayu dan dua anak kamarnya itu. Ilfi yang menjadi satu-satunya saksi mata yang melihat pelaku, sangat sulit baginya untuk kembali terlelap. Cindi yang menjadi korban kejahatan, yang kehilangan HP barunya, tak hentinya mencucurkan air mata kesedihan akan kehilangan benda kesayangan dari orang tuanya. Begitu juga dengan Ayu, sang kakak kamar yang bertanggung jawab atas anak-anak kamarnya tersebut terus berusaha menenangkan dan menemani mereka hingga kembali tenang.

Sementara itu Pak Ihin dan tim keamanan sekolah yang lainnya berusaha mencari pelaku dan menyelidiki jejak yang ada. Hingga akhirnya beberapa hari kemudian pelaku kejahatan pencurian HP yang juga meresahkan warga tersebut ditemukan. Disinyalir pelaku telah beberapa kali memasuki wilayah ASPI. Setelah diintrogasi, pelaku mengakui perbuatannya dan berjanji akan mengambalikan barang yang dicurinya atau mengganti rugi. Namun hingga saat ini pelaku belum juga memenuhi janjinya. Pelaku adalah seorang laki-laki berusia 15-16 tahun dan merupakan warga kampung sekitar sekolah ICM. Ia melakukan hal keji tersebut hanya mengikuti nafsunya saja. Karena usianya yang masih belia, kasus ini tidak dibawa ke kantor polisi, tapi diselesaikan secara kekeluargaan.

Akhirnya, para korban terkait pun memaafkan kesalahan si pelaku. Cindi yang menjadi korban tidak memaksa pelaku untuk mengganti HP nya yang hilang. Karena orang tuanya juga bersyukur, “Untung saja HPnya yang dibobol, bukan orangnya” kata orang tuanya Cindi. Dan dari pihak sekolahpun akhirnya membuat solusi dari kejadian ini. guna menambah pengamanan kawasan ASPI, semua jendela kamar dipasang teralis besi. Sehingga asrama ini persis seperti penjara yang dikelilingi teralis besi. Ya, layaknya Penjara Suci.

Dari peristiwa ini, kita dapat mengambil hikmahnya. Bahwa menjaga keamanan itu penting, walaupun dari hal kecil sekalipun. Dan kita juga harus mensyukuri apa yang telah kita miliki. Untuk urusan dunia, kita bisa melihat ke bawah agar kita tidak tinggi hati. Dan untuk urusan akhirat, haruslah kita melihat ke atas agar kita merasa iri dengan kedekatannya dengan Sang Khaliq. Dan satu hal, kita harus memiliki rasa percaya kepada teman. Karena teman kita bisa saling tolong menolong. ^_^

Jumat, 26 Juli 2013

Pagi Hari di Asrama Putri


Terkadang mengenang masa lalu itu adalah suatu hal yang menyenangkan. Ya, apalagi kenangan yang kita ingat itu adalah kenangan-kenangan yang indah.

Inilah tempat di mana aku menghabiskan waktu selama 6 tahun bersama teman-teman, adik kelas, kakak kelas, ibu-ibu asrama dan ibu-ibu dapur juga tentunya,hehe.. ya, karena dapur sekolah letaknya ada di dalam asrama ini. Ya, Asrama Putri, yang biasa disebut oleh para penghuninya yang cantik-cantik ini dengan sebutan ASPI. Gedung dua lantai yang terdiri dari 7 kamar tiap lantainya dan diberi nama wanita-wanita sholehah pada zaman Rasul seperti Halimatussa’diyah, Siti Asiah dan lain sebagainya ditiap pintu kamarnya. Dan supaya terurut dan mudah diingat, tiap kamar juga ditandai dengan huruf abjad mulai dari A samai N. Satu kamarnya terdiri dari 6 samapi 8 orang dengan 4 ranjang bertingkat dan beberapa lemari buku dan pakaian. Di depan gedung asrama ada lapangan yang ada ring basketnya. Agak ke kiri lapangan sedikit disana ada dapur umum dan ruang makan putri. Sedangkan di sebelah kanan ada kantin yang diberi nama Female Cafe tempat jajan para santri putri. Dan di ujung sebelah kanan gedung asrama itulah gerbang utama untuk memasuki kawasan ASPI. Kawasan ini memang tertutup. Tidak sembarangan orang masuk kesini. Apalagi laki-laki. Kecuali ada keperluan penting tentunya.

Tuhan memang telah menciptakan kita berpasang-pasangan, ada putri ya tentunya ada putra. ASPA, itu sebutan untuk asrama yang isinya para bujang. Kecuali bapak asramanya,hehe.. Kalau ASPA berbeda dengan ASPI, selain penghuni tentunya, kawasan ini lebih terbuka. Letaknya ada dibagian depan dekat gerbang masuk kawasan Islamic Centre Muhammadiyah (ICM). Sedangkan ASPI ada dibagian ujung kawasan ICM.

Hidup di sini ga bisa hidup bebas seenaknya (udah kaya di penjara aja kesannya), tapi enggak gitu-gitu amat siy. Ya namanya juga belajar, kita disini belajar untuk  lebih teratur, makanya diatur dengan peraturan yang ada disana. Tentunya untuk kebaikan kita juga. Rutinitas kita juga udah ada jadwalnya dari sana. Sama kaya model pesantren-pesantren lainnya, tapi yang ini agak lain (maksudnya?),hehe.. ya, memang sekolah yang satu ini tidak sama dengan pesantren yang ada pada umumnya (menurut saya aja seh, bagaimana dengan anda? :D ). Kurang lebihnya akan diceritakan ada paragraf selanjutnya. Let’s check it out! hehe

Waktu Subuh. Bangun pagi sebelum adzan shubuh berkumandang. Ini adalah cobaan yang berat bagi orang-orang yang berselimut. Betapa tidak, udara pagi di kaki gunung Gede Pangrango yang suhunya rendah itu, mereka harus melepaskan selimut hangatnya dan turun dari ranjang bertingkat itu untuk menginjakkan kaki di atas lantai berubin yang dinginnya seperti es. Pertempuran hebat sering terjadi disini. Pertempuran antara setan dan manusia berselimut. Biasanya setan paling seneng menggoda manusia yang selimutnya paling tebell, soalnya suhu dibawah selimut begitu hangat beda banget sama suhu di luarnya yang dingin menusuk tulang (lebay dah), dan kebanyakkan mereka takluk sama setan dan memilih untuk tetap bertahan dibawah selimutnya. Ckckck.. Tapi ga sedikit juga yang bisa mengalahkan bujuk rayu setan itu dan memilih bangkit untuk melipat selimut dan bergegas menjajaki lantai yang dingin keluar dari kamar yang berisi 6-8 orang itu menembus angin pagi yang luar biasa menuju kamar mandi. Dan BbrrRrr.. saraf-saraf di kulit mulai terkejut oleh guyuran air wudhu, membuat mata yang tadinya masih sayup-sayup setengah sadar menjadi sadar penuh. Beberapa dari mereka yang memiliki keberanian lebih, ada yang memilih untuk mandi subuh itu, ya mungkin untuk menghemat waktu pagi nanti atau alasan lainnya. Ini biasanya dilakukan oleh mereka yang memiliki kadar kemalasan yang lebih sedikit.

Dan mereka yang masih berselimut tidak didiamkan begitu saja. “Tok tokk TOOKK.. Bangun bangun bangun !!” seru ibu asrama kita yang cantik-cantik yaitu Bu Lina dan Bu Lisna. Mereka yang akan membangunkan para penghuni asrama yang sering disebut santriwati itu. Tapi ini bukan hal yang mudah. Karena setan masih berkeliaran dimana-mana. Oleh karena itu, untuk membantu meringankan tugas itu, pengurus asrama yang juga pengurus IRM ( IPM sekarang mah) berinisiatif untuk membuat jadwal Bangunin Asrama. Jadi, tiap hari Bu Lina (sering dipanggil Ibun) dan Bu Lisna akan dibantu oleh pasukan satu kamar tiap lantainya. Alhasil, tiap subuh selalu ada keributan yang beraneka ragam. Masing-masing kamar memiliki ide-ide kreatif untuk membangunkan teman-temannya yang lain. Muai dari yang biasa-biasa aja kaya yang biasanya ibu asrama lakukan ke tiap kamar, sampai alat musik seperti gitar atau galon kosong dimanfaatkan juga untuk membangunkan yang lain, dan masih banyak lagi. Ide yang kreatif dan cukup efektif.

Tapi perjuangan setan tidak habis sampai disitu. Ternyata masih ada saja yang menuruti ajakan setan itu. Mereka yang penyakit malasnya sudah akut itu akan dibangunkan kembali oleh bunyi khas menggelegar yang berasal dari sebuah speaker pengeras suara yang volumenya bisa terdengar hingga satu kampung,”Teeett TeeEtttT TEEEEEETTT!” bel pun berbunyi. Bunyi yang cukup mengganggu tapi bisa untuk membuat orang bangun untuk melaksanakan shalat shubuh berjama’ah. Dan itulah pertanda bahwa shubuh akan datang 5 menit lagi. Mau tidak mau mereka harus segera bangkit dari tempat peristirahatannya itu dan bergegas menuju kamar mandi yang ternyata sudah penuh sesak oleh antrian. Ya, memang ini waktu faforit kebanyakkan santri untuk mengambil air.

Setelah itu, satu persatu dan berbondong-bondong puluhan santri putri yang mengenakan mukena putih (ada juga warna lain) berjalan menuju aula di atas kantor sekolah untuk melaksanakan shalat shubuh berjama’ah. Kenapa ga di masjid? Ya, karena biar lebih dekat aja,hehe.. Masjid adanya di dekat asrama putra dan biasanya diisi oleh para warga sekitar juga yang ikut shalat berjama’ah di sana. Jadi, santri putra shalat di masjid dan santri putrinya shalat di aula. Biasanya kalau shalat shubuh santri putri diimami oleh Pak Sholichin, yang biasa kita panggil Babeh Ihin,hehe.. Usai shalat shubuh selesai, para santri kemudian bersiap-siap untuk masuk kelas. Ya sekolah shubuh.

Sekolah subuh. Usai shalat subuh tadi, biasanya harapan-harapan mulai bermunculan. Banyak yang berharap, sekolah subuh ini diliburkan supaya bisa tidur lagi,hehe.. Sekolah subuh ini mulai dari jam 04.45 hingga jam 06.00. Hanya diisioleh satu mata pelajaran saja. Pelajaran umum. Tapi, untuk waktu pagi ini memang enaknya belajar pelajaran eksak. Karena pagi-pagi gini otak masih fresh dan belum dipenuhi masalah-masalah lain. Jadi kalo belajar Matematika di waktu ini dijamin ga bakal ngantuk deh, hehe

Ketika pukul 6 pagi tiba,”Teeett TeeEtttT TEEEEEETTT!” Bel pun berbunyi nyaring sekali. ini pertanda bahwa waktu sekolah subuh telah usai. Para santriwan dan santriwati pun mulai melangkahkan kakinya untuk kembali ke asrama. Tapi masih ada beberapa yang belum keluar kelas dan memegang sapu. Ya, waktunya piket kelas. Sesuai dengan jadwalnya masing-masing yang telah di buat oleh pengurus kelas. Biasanya yang lebih getol beres-beres kelas itu anak putrinya. Bukan berarti anak putranya ga mau piket, mungkin malu, hehe.. Tapi ada juga ko anak putra yang mau ikut piket di kelas :)

Sementara yang lain piket di kelas, para santri yang lain langsung menuju asramanya masing-masing. Ada yang memilih langsung menduduki kursi ruang makan karna ga mau kehabisan lauk sarapan pagi. Tapi ga perlu khawatir, bagi yang memiliki uang jajan lebih, mereka bisa bikin sarapan di kantin asrama (khusus putri) sesuai dengan kesukaan mereka. Dan yang mau menghemat, ya makan seadanyalah yang sudah disediakan oleh ibu-ibu dapur kita yang gagah perkasa :D. Sambil menonton TV berita pagi atau kartun SpongeBob dan kartun yang lainnya, sarapan pagi pun terasa nikmat bersama kawan-kawan lainnya.
Selain itu ada juga yang langsung menuju kamar mandi karna ga mau kena antrian nantinya. tapi ada juga yang cuma meletakkan gayung beserta peralatan mandinya di depan pintu kamar mandi, pertanda dia sudah menetapkan kamar mandi antriannya. Biasanya, mulai jam 6.45 s/d 7.15 adalah puncak antrian para santri mengantri di kamar mandi. Paling berisik deh kalo udah ngantri gitu. Yang lagi ngantri pada ngobrol masing-masing. Ada  yang ngomongin pelajaran "Eh, ente udah ngerjain PR yang kemaren belum? ane lupa nih, nanti liat yah...". Ada juga yang ngomongin orang. Yang ngomong sendiri juga ada, hehe... Yang lagi mandi pun ikutan ngobrol juga, "ceu, bagi sabun cair dong! punya aku udah abis nih". Dan dengan sigap yang dari kamar mandi sebelah "Nih tangkep!", dan tuiiing... hup! botol sabun cair pun berhasil mendarat di kamar mandi sebelah. Sudah biasa kami saling berbagi, Durasi waktu mandi pun bermacam-macam. Ada yang cepet, ada juga yang lumayan, dan juga ada yang ga cepet. Kalo udah lewat pukul 7, kantong kesabaran mulai penuh. Alunan ketukan pintu kamar mandi dari luar mulai bertambah frekuensinya, diiringi dengan teguran halus "Yang di dalem, masih lama gaaa...?". Tapi lama kelamaan teguran itupun bertambah tekanannya dan menjadi "Wooy, yang di dalem buruan dong! udah mau bel nih..". Ya, macem macem deh. Keunikan kaya gini yang ga akan kita temui di rumah.

Selain piket kelas, makan dan mandi, ada aktifitas lain yang harus dikerjakan sebelum bel masuk sekolah berbunyi. Beres-beres kamar. Minimal banget beresin kasur sendiri deh. Biasanya masing-masing kamar itu udah punya perlengkapan bersih-bersih sendiri. Mulai dari sapu, pelan dan lain sebagainya. Untuk beres-beres yang satu ini, harus dikerjakan dengan sigap, karena pekerjaannya itu sistematis. pertama, masing-masing kamar harus udah nyapu, karna debunya pasti dikeluarkan sampai koridor. Kedua, kamar yang kebagian jadwal piket koridor nyapuin deh semua debu yang ada di koridor, abis itu di pel. jadi, kalo ada kamar yang telas bersihin kamarnya, dia harus nunggu koridor kering dulu atau debunya disimpen dulu deh, hehe.. Ketiga, usahakan koridor atas lebih dulu dibersihiin daripada koridor bawah, karna debu yang disapu itu pasti melewati koridor bawah untuk sampai di halaman depan asrama. Keempat, debu dan sampah yang suda tersapu dimasukkan kedalam bak sampah yang nantinya akan diambil oleh mang Uyun untuk dibawa ke tempat pembuangan sampah. Jadi bersih deh asrama tercinta ini :)


Tepat pukul 7.30 WIB, bel masuk sekolah berbunyi dengan nyaring seperti biasanya. Dan bersamaan dengan itu, komado dari pasukan khusus kedisiplinan mulai bergerak dan melakukan hitung mundur dengan suara yang (kalo kata syahrini) cetar membahana badai. Dengan iringan hitung mundur itu, semua penghuni asrama dengan sigap mempercepat aktifitasnya dan segera keluar asrama. Mereka yang bisa membagi waktu dan tidak berleha-leha sudah berada di luar asrama bahkan sudah berada di ruang kelas. Tapi ga sedikit juga yang dengan persiapan seadanya berhasil keluar asrama. Ada yang belum menggunakan kaus kaki dan sepatu, ada yang kerudungnya masih acak-acakan, bahkan buku dan peralatan tulisnya tertinggal di dalam asrama. Dan pada hitungan terakhir, pintu gerbang asrama pun sukses terkunci dengan rapatnya. Mereka yang tak sempat keluar asrama hingga hitungan terakhir, mereka harus bersiap mendapatkan hukuman.

Begitulah kesibukan sehari-hari para santriwati di pagi hari (waktu jamanan aku, hehe). Ribet? tentu tidak, kesibukan-kesibukan ini justru menyenangkan. walau awalnya dengan sedikit keterpaksaan, tapi lama-kelamaan terbiasa juga. Seperti jargon yang sering disebut-sebut dahulu "Dengan terpaksa, kita menjadi bisa, lama kelamaan menjadi biasa". Yang jelas, momen-momen yang kaya gini bikin rindu aja sama almamater tercinta. Entah bagaimana kabarnya di sana, apa masih sama seperti dulu? Semoga baik-baik saja ^_^