Jadi teringat sepenggal cerita saat hidup di ICM dulu. Di Asrama Putri. Waktu itu pernah ada orang asing (baca: maling) yang memasuki kawasan khusus santri putri itu. Kejadian ini sudah terjadi beberapa kali. Beberapa saksi hidup yang menyaksikan peristiwa itu menyatakan bahwa ia melihat ada orang asing sesosok pria paruh baya yang mengendap-endap memasuki kawasan ASPI di malam hari. Karena perasaan takut yang menyelimutinya saat itu, sang saksi mata memilih diam dan tidak memergoki orang asing tersebut. Syukurnya setelah kejadian itu tidak ada satupun santri putri yang merasa kehilangan benda apapun.
Lagi. Kejadian masuknya orang asing
ke kawasan ASPI terjadi lagi. Dan aku menjadi bagian dari cerita ini, bukan
sebagai saksi mata tetapi sebagai.. apa yah? Pemeran pembantu mungkin lebih
tepatnya (hehe..). Kebetulan tempat kejadian perkara berada tepat di sebelah
kamar F tempat ku berada, yaitu di kamar D tempat dimana para wanita cantik yang
dipimpin oleh sang kakak kamar Ayu Martiani dan diikuti oleh Gendis, Nadia,
Ilfi, Cindi dan Azmy. ini dia orang-orangnya.
Peraturan di asrama saat itu
mengharuskan seluruh penghuninya tidak boleh berada di luar kamar mulai dari
jam 22.00 WIB, semuanya harus kembali ke kamar masing-masing karna waktu
bertamu sudah habis. Semua pintu dan jendela dikunci. Pada hari itu aku tidur
agak larut, Beres-beres kamar dulu. Sedangkan Selly, Zulfa, Indri dan Hany yang
tinggal sekamar dengan ku sudah tertidur pulas. Setelah selesai beres-beres,
aku langsung menuju ranjang bertingkat dan merebahkan tubuh di ranjang bagian
atas. Setelah berada di atas kasur, aku baru ingat kalau pintu kamar belum
dikunci, hanya terutup rapat saja. Mengingat aku sudah berada di atas kasur,
aku pikir tidak apa-apa untuk malam ini tidak dikunci, toh ga ada yang tau,
hehe..
Saat itu sekitar pukul 01.00 dini
hari. Saat ASPI yang memiliki 2 lantai dan tiap lantainya ada 7 kamar masih
diliputi kesunyian dan dinginnya malam. Ketika aku sedang tertisur pulas,
tiba-tiba ada yang menggoyang-goyangkan tubuhku beserta suara sayup yang
terdengar sedikit bergetar menyebut-nyebut namaku, “Mia… Mia… bangun mi...”.
seketika itu juga aku membuka mata dan melihat tiga kepala wanita dengan
ekspresi wajah yang ketakutan. Mereka adalah Ayu, Cindi dan Ilfi. Dengan nada
yang masih bergetar dan ketakutan, Ayu melapor “Mi… ada orang yang masuk ke
kamar ngambil HP Cindi…”. Seketika aku kaget mendengarnya dan agak shock juga karna baru saja setengah
sadar sudah disuguhi suasana yang jadi lumayan horror juga saat itu. Langsung terlintas
di kepalaku sesosok ninja dengan baju serba hitam yang dengan sigap mengambil
HP (Hand Phone) Cindi dan kemudian
kabur (apa sih??).
Melihat keadaan teman-teman yang masih
diliputi rasa cemas dan ketakutan itu, aku langsung bergegas turun dari ranjang
dan menuju ke tempat kejadian perkara. Sesampainya di kamar E, semuanya duduk
dan menceritakan kronologis kejadiannya. Jadi, pada saat itu semua penghuni
kamar E sudah dalam keadaan tertidur pulas. Pada saat itu ranjang Ilfi dan
Cindi berada di pojok kamar sebelah kiri tepat di dekat jendela belakang kamar
dan ranjang Ayu di sebelah kanannya. Sedangkan ranjang Gendis dan Azmy berada
di pojok kamar sebelah kiri dekat dengan pintu kamar dan ranjang Nadia di
sebelah kirinya.
Mungkin sudah menjadi kebiasaan bagi
sebagian orang, yang namanya HP itu selalu berada di dekat si empunya. Begitu juga
dengan Cindi yang meletakkan HPnya di samping kasurnya supaya kalau ada apa-apa
mudah untuk menggapainya. HP berwarna merah mencolok dan bermerek ternama yang
fasilitasnya cukup lengkap. HP keluaran terbaru saat itu. HP yang baru saja ia
dapatkan dari kedua orang tuanya.
Setelah semuanya terlelap, mereka
melupakan satu hal yaitu mengunci jendela kamar yang langsung menghubungkan
dengan dunia luar gedung asrama. Ya, mereka lupa mengunci jendela kamar. Usut punya
usut ternyata sebelum mereka tidur jendela itu sudah dikunci, tetapi kemudian Nadia
membukanya kembali untuk mengambil pakaian yang digantung di jemuran yang
letaknya di luar tepat di dekat jendela kamar tersebut. Saat itu Nadia sedang terburu-buru
menyiapkan bawaanya karena dia mau pergi menginap di luar asrama bersama keluarganya
yang baru datang dari Bekasi. Dengan izin dari ibu asrama tentunya. Setelah
Nadia pergi, tidak ada yang memeriksa jendela itu lagi.
Saat semua sudah sepi, tenang dan
tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan, sesosok pria asing mencoba mengambil kesempatan
untuk diam-diam datang ke kandang bidadari itu. Dan dari jendela belakang ke
tujuh kamar yang berada di lantai bawah Asrama Putri itu, dia menemukan satu
jendela yang masih terbuka. Jendela kamar E. Seketika itu juga ia melihat
situasi yang cukup aman dan mencoba masuk kamar dengan memanjat jendela.
Ranjang Ilfi dan Cindi lah yang pertama terlihat. Sehingga dia bertumpu pada
ranjang tersebut untuk naik turun jendela tersebut. Dan matanya yang jeli
menangkap sebuah HP bagus tergeletak di depan matanya. Dengan sigap diambilah
HP keluaran terbaru itu dengan sukses. Setelah itu dia berpijak pada ranjang
lagi dan bergegas keluar kamar melalui jendela itu lagi.
Ilfi, satu-satunya saksi mata yang
melihat gerak-gerik orang tersebut. Pijakkan kaki di ranjang bagian bawah
tempat ilfi tidur itu membuat ilfi terbangun dan melihat kaki yang terangkat ke
arah jendela. Ia melihat sosok pria dengan pakaian hitam dan celana berwarna
gelap hendak keluar dari kamar melalui jendela belakang. Ilfi merasa gemetar
dan tidak bisa melakukan apa-apa, berucap saja rasanya sulit sekali. Perasaan takut
yang meliputinya membuat otaknya kalang kabut dan yang terbesit saat itu adalah
orang tuanya. Saat orang asing itu berhasil keluar, Ilfi langsung menelepon
orang tuanya di rumah dengan tepeon genggam miliknya dan menceritakan semua
yang ia saksikan saat itu.
Setelah itu, Ilfi dengan segera langsung
membangunkan Ayu (sebagai kakak kamarnya yang bertanggungjawab) dan kemudian
Cindi yang tidur di dekatnya. Dengan suara gemetar dan wajah yang sangat
ketakutan, Ilfi berkata pada Ayu dan Cindi dengan kalimat yang agak aneh
sehingga membuat Ayu dan Cindi menjadi bingung dan tidak percaya. Ilfi berusaha
mengatakannya, “Kak, ada laki-laki pake baju hitam-hitam tadi yang masuk kamar
terus keluar lagi” sambil menunjuk ke arah jendela. Sontan yang langsung berada
di benak Ayu dan Cindi adalah hantu, karena Ilfi bilang berwarna hitam-hitam
dan ia menembus jendela untuk keluar masuk.
Tapi kemudian di tengah ketakutan
mereka itu, ketika Cindi berinisiatif untuk menghubungi (siapapun) yang bisa
dihubunginya, Cindi menyadari HP barunya tidak berada di tempatnya. Ia mencoba
mencari di sekitar ranjang kasurnya tetapi tidak ditemukannya. HP nya hilang.
Cindi langsung menangis dan menambah kepanikan mereka bertiga. Ayu sebagai
wanita tertua di antara mereka mencoba menenangkan dua anak kamarnya bak
seorang ibu kepada anak-anaknya. Kemudian Ayu mengajak keduanya untuk meminta
tolong pada kawannya yang lain dan yang terpikirkan olehnya saat itu adalah
mendatangi Mia, karena memang kamar kita bersebelahan.
Mendengar kronologi kejadiannya,
aku jadi ikut merinding juga. Maklum terbawa suasana. Seketika juga aku
langsung melihat ke kolong-kolong kasur, barangkali masih ada orang rasing
disana. Karena teringat kasus-kasus sebelumnya yang mendapati orang asing
berada di kolong kasur tetapi tidak ketahuan. Setelah pelaku mengaku, baru
kehahuan bahwa ada penyusup di ASPI waktu itu.
Di kamar itu, dengan suasana yang
masih agak horror dan kepanikan yang tersisa, dari pintu kamar yang sejak kedatangan
kami tadi terbuka lebar dan langsung menghadap ke jendela luar asrama yang
menampakkan kegelapan malam. Tiba-tiba kami melihat seorang laki-laki dengan
jaket coklat tebal yang pandangan matanya lurus tajam memandang ke arah kami .
Dengan sebilah samurai di depan dadanya, dia terus memandangi kami seakan
memastikan bahwa ada orang di dalam. Sekilas memang pemandangan itu agak
menyeramkan, bahkan Ayu, Cindi dan Ilfi berteriak dan menutup wajahnya. Aku juga
agak takut saat itu, tapi aku coba memberanikan diri menghampiri orang itu. Dan
ternyata orang itu adalah Pak Solichin. Ustadz yang paling dekat dengan para
santri dan juga rumahnya tidak berada jauh dari Asrama Putri. Biasa juga
dipanggil Pak Ihin. Fiuuuhh…
Rupanya Pak Ihin segera datang ke
Asrama Putri setelah mendapat telepon dari orang tuanya Ilfi. Ternyata orang
tuanya Ilfi langsung menghubungi Pak Ihin setelah mendengar anaknya menangis
ketakutan. Setelah ku buka pintu asrama dan ku persilahkan Pak Solichin masuk, beliau
menanyakan keadaan kami. Dengan sigap dan sebilah samurai yang kilatannya
menyilaukan mata ku, beliau memeriksa ke arah jendela dan daerah belakang
jendela yang belum tertutup itu, karena kami tidak berani menutupnya lagi.
Setelah kedatangan Pak Ihin, kami
menjadi lebih tenang. Beliaupun berkata akan mencari orang tersebut dan menyuruh
kami untuk kembali beristirahat. Pak Ihin pun kembali pergi dari ASPI. Walaupun
detak jantung masih belum sepenuhnya normal kembali, aku juga akhirnya
memutuskan untuk kembali ke kamarku. Aku memberanikan diri melewati lorong
koridor ASPI yang sepi sendiri karena tak ada satupun yang terjaga kecuali kami
berempat. Dan setelah mengunci pintu utama gedung ASPI, aku langsung menuju
kamar dan naik ke ranjangku. Berusaha untuk memejamkan mata walaupun sulit.
Begitu juga dengan Ayu dan dua anak
kamarnya itu. Ilfi yang menjadi satu-satunya saksi mata yang melihat pelaku,
sangat sulit baginya untuk kembali terlelap. Cindi yang menjadi korban
kejahatan, yang kehilangan HP barunya, tak hentinya mencucurkan air mata
kesedihan akan kehilangan benda kesayangan dari orang tuanya. Begitu juga
dengan Ayu, sang kakak kamar yang bertanggung jawab atas anak-anak kamarnya
tersebut terus berusaha menenangkan dan menemani mereka hingga kembali tenang.
Sementara itu Pak Ihin dan tim
keamanan sekolah yang lainnya berusaha mencari pelaku dan menyelidiki jejak
yang ada. Hingga akhirnya beberapa hari kemudian pelaku kejahatan pencurian HP yang
juga meresahkan warga tersebut ditemukan. Disinyalir pelaku telah beberapa kali
memasuki wilayah ASPI. Setelah diintrogasi, pelaku mengakui perbuatannya dan
berjanji akan mengambalikan barang yang dicurinya atau mengganti rugi. Namun hingga
saat ini pelaku belum juga memenuhi janjinya. Pelaku adalah seorang laki-laki
berusia 15-16 tahun dan merupakan warga kampung sekitar sekolah ICM. Ia melakukan
hal keji tersebut hanya mengikuti nafsunya saja. Karena usianya yang masih
belia, kasus ini tidak dibawa ke kantor polisi, tapi diselesaikan secara
kekeluargaan.
Akhirnya, para korban terkait pun
memaafkan kesalahan si pelaku. Cindi yang menjadi korban tidak memaksa pelaku
untuk mengganti HP nya yang hilang. Karena orang tuanya juga bersyukur, “Untung
saja HPnya yang dibobol, bukan orangnya” kata orang tuanya Cindi. Dan dari
pihak sekolahpun akhirnya membuat solusi dari kejadian ini. guna menambah
pengamanan kawasan ASPI, semua jendela kamar dipasang teralis besi. Sehingga asrama
ini persis seperti penjara yang dikelilingi teralis besi. Ya, layaknya Penjara
Suci.
Dari peristiwa ini, kita dapat mengambil
hikmahnya. Bahwa menjaga keamanan itu penting, walaupun dari hal kecil
sekalipun. Dan kita juga harus mensyukuri apa yang telah kita miliki. Untuk urusan
dunia, kita bisa melihat ke bawah agar kita tidak tinggi hati. Dan untuk urusan
akhirat, haruslah kita melihat ke atas agar kita merasa iri dengan kedekatannya
dengan Sang Khaliq. Dan satu hal, kita harus memiliki rasa percaya kepada
teman. Karena teman kita bisa saling tolong menolong. ^_^
Bisa dibikin novel nih :)
BalasHapuscerpen dulu aja deh, hehe :D
Hapus