Minggu, 28 Juli 2013

Ada Maling!


Jadi teringat sepenggal cerita saat hidup di ICM dulu. Di Asrama Putri. Waktu itu pernah ada orang asing (baca: maling) yang memasuki kawasan khusus santri putri itu. Kejadian ini sudah terjadi beberapa kali. Beberapa saksi hidup yang menyaksikan peristiwa itu menyatakan bahwa ia melihat ada orang asing sesosok pria paruh baya yang mengendap-endap memasuki kawasan ASPI di malam hari. Karena perasaan takut yang menyelimutinya saat itu, sang saksi mata memilih diam dan tidak memergoki orang asing tersebut. Syukurnya setelah kejadian itu tidak ada satupun santri putri yang merasa kehilangan benda apapun.

Lagi. Kejadian masuknya orang asing ke kawasan ASPI terjadi lagi. Dan aku menjadi bagian dari cerita ini, bukan sebagai saksi mata tetapi sebagai.. apa yah? Pemeran pembantu mungkin lebih tepatnya (hehe..). Kebetulan tempat kejadian perkara berada tepat di sebelah kamar F tempat ku berada, yaitu di kamar D tempat dimana para wanita cantik yang dipimpin oleh sang kakak kamar Ayu Martiani dan diikuti oleh Gendis, Nadia, Ilfi, Cindi dan Azmy. ini dia orang-orangnya.

Peraturan di asrama saat itu mengharuskan seluruh penghuninya tidak boleh berada di luar kamar mulai dari jam 22.00 WIB, semuanya harus kembali ke kamar masing-masing karna waktu bertamu sudah habis. Semua pintu dan jendela dikunci. Pada hari itu aku tidur agak larut, Beres-beres kamar dulu. Sedangkan Selly, Zulfa, Indri dan Hany yang tinggal sekamar dengan ku sudah tertidur pulas. Setelah selesai beres-beres, aku langsung menuju ranjang bertingkat dan merebahkan tubuh di ranjang bagian atas. Setelah berada di atas kasur, aku baru ingat kalau pintu kamar belum dikunci, hanya terutup rapat saja. Mengingat aku sudah berada di atas kasur, aku pikir tidak apa-apa untuk malam ini tidak dikunci, toh ga ada yang tau, hehe..

Saat itu sekitar pukul 01.00 dini hari. Saat ASPI yang memiliki 2 lantai dan tiap lantainya ada 7 kamar masih diliputi kesunyian dan dinginnya malam. Ketika aku sedang tertisur pulas, tiba-tiba ada yang menggoyang-goyangkan tubuhku beserta suara sayup yang terdengar sedikit bergetar menyebut-nyebut namaku, “Mia… Mia… bangun mi...”. seketika itu juga aku membuka mata dan melihat tiga kepala wanita dengan ekspresi wajah yang ketakutan. Mereka adalah Ayu, Cindi dan Ilfi. Dengan nada yang masih bergetar dan ketakutan, Ayu melapor “Mi… ada orang yang masuk ke kamar ngambil HP Cindi…”. Seketika aku kaget mendengarnya dan agak shock juga karna baru saja setengah sadar sudah disuguhi suasana yang jadi lumayan horror juga saat itu. Langsung terlintas di kepalaku sesosok ninja dengan baju serba hitam yang dengan sigap mengambil HP (Hand Phone) Cindi dan kemudian kabur (apa sih??).

Melihat keadaan teman-teman yang masih diliputi rasa cemas dan ketakutan itu, aku langsung bergegas turun dari ranjang dan menuju ke tempat kejadian perkara. Sesampainya di kamar E, semuanya duduk dan menceritakan kronologis kejadiannya. Jadi, pada saat itu semua penghuni kamar E sudah dalam keadaan tertidur pulas. Pada saat itu ranjang Ilfi dan Cindi berada di pojok kamar sebelah kiri tepat di dekat jendela belakang kamar dan ranjang Ayu di sebelah kanannya. Sedangkan ranjang Gendis dan Azmy berada di pojok kamar sebelah kiri dekat dengan pintu kamar dan ranjang Nadia di sebelah kirinya.

Mungkin sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian orang, yang namanya HP itu selalu berada di dekat si empunya. Begitu juga dengan Cindi yang meletakkan HPnya di samping kasurnya supaya kalau ada apa-apa mudah untuk menggapainya. HP berwarna merah mencolok dan bermerek ternama yang fasilitasnya cukup lengkap. HP keluaran terbaru saat itu. HP yang baru saja ia dapatkan dari kedua orang tuanya.

Setelah semuanya terlelap, mereka melupakan satu hal yaitu mengunci jendela kamar yang langsung menghubungkan dengan dunia luar gedung asrama. Ya, mereka lupa mengunci jendela kamar. Usut punya usut ternyata sebelum mereka tidur jendela itu sudah dikunci, tetapi kemudian Nadia membukanya kembali untuk mengambil pakaian yang digantung di jemuran yang letaknya di luar tepat di dekat jendela kamar tersebut. Saat itu Nadia sedang terburu-buru menyiapkan bawaanya karena dia mau pergi menginap di luar asrama bersama keluarganya yang baru datang dari Bekasi. Dengan izin dari ibu asrama tentunya. Setelah Nadia pergi, tidak ada yang memeriksa jendela itu lagi.

Saat semua sudah sepi, tenang dan tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan, sesosok pria asing mencoba mengambil kesempatan untuk diam-diam datang ke kandang bidadari itu. Dan dari jendela belakang ke tujuh kamar yang berada di lantai bawah Asrama Putri itu, dia menemukan satu jendela yang masih terbuka. Jendela kamar E. Seketika itu juga ia melihat situasi yang cukup aman dan mencoba masuk kamar dengan memanjat jendela. Ranjang Ilfi dan Cindi lah yang pertama terlihat. Sehingga dia bertumpu pada ranjang tersebut untuk naik turun jendela tersebut. Dan matanya yang jeli menangkap sebuah HP bagus tergeletak di depan matanya. Dengan sigap diambilah HP keluaran terbaru itu dengan sukses. Setelah itu dia berpijak pada ranjang lagi dan bergegas keluar kamar melalui jendela itu lagi.

Ilfi, satu-satunya saksi mata yang melihat gerak-gerik orang tersebut. Pijakkan kaki di ranjang bagian bawah tempat ilfi tidur itu membuat ilfi terbangun dan melihat kaki yang terangkat ke arah jendela. Ia melihat sosok pria dengan pakaian hitam dan celana berwarna gelap hendak keluar dari kamar melalui jendela belakang. Ilfi merasa gemetar dan tidak bisa melakukan apa-apa, berucap saja rasanya sulit sekali. Perasaan takut yang meliputinya membuat otaknya kalang kabut dan yang terbesit saat itu adalah orang tuanya. Saat orang asing itu berhasil keluar, Ilfi langsung menelepon orang tuanya di rumah dengan tepeon genggam miliknya dan menceritakan semua yang ia saksikan saat itu.

Setelah itu, Ilfi dengan segera langsung membangunkan Ayu (sebagai kakak kamarnya yang bertanggungjawab) dan kemudian Cindi yang tidur di dekatnya. Dengan suara gemetar dan wajah yang sangat ketakutan, Ilfi berkata pada Ayu dan Cindi dengan kalimat yang agak aneh sehingga membuat Ayu dan Cindi menjadi bingung dan tidak percaya. Ilfi berusaha mengatakannya, “Kak, ada laki-laki pake baju hitam-hitam tadi yang masuk kamar terus keluar lagi” sambil menunjuk ke arah jendela. Sontan yang langsung berada di benak Ayu dan Cindi adalah hantu, karena Ilfi bilang berwarna hitam-hitam dan ia menembus jendela untuk keluar masuk.

Tapi kemudian di tengah ketakutan mereka itu, ketika Cindi berinisiatif untuk menghubungi (siapapun) yang bisa dihubunginya, Cindi menyadari HP barunya tidak berada di tempatnya. Ia mencoba mencari di sekitar ranjang kasurnya tetapi tidak ditemukannya. HP nya hilang. Cindi langsung menangis dan menambah kepanikan mereka bertiga. Ayu sebagai wanita tertua di antara mereka mencoba menenangkan dua anak kamarnya bak seorang ibu kepada anak-anaknya. Kemudian Ayu mengajak keduanya untuk meminta tolong pada kawannya yang lain dan yang terpikirkan olehnya saat itu adalah mendatangi Mia, karena memang kamar kita bersebelahan.

Mendengar kronologi kejadiannya, aku jadi ikut merinding juga. Maklum terbawa suasana. Seketika juga aku langsung melihat ke kolong-kolong kasur, barangkali masih ada orang rasing disana. Karena teringat kasus-kasus sebelumnya yang mendapati orang asing berada di kolong kasur tetapi tidak ketahuan. Setelah pelaku mengaku, baru kehahuan bahwa ada penyusup di ASPI waktu itu.

Di kamar itu, dengan suasana yang masih agak horror dan kepanikan yang tersisa, dari pintu kamar yang sejak kedatangan kami tadi terbuka lebar dan langsung menghadap ke jendela luar asrama yang menampakkan kegelapan malam. Tiba-tiba kami melihat seorang laki-laki dengan jaket coklat tebal yang pandangan matanya lurus tajam memandang ke arah kami . Dengan sebilah samurai di depan dadanya, dia terus memandangi kami seakan memastikan bahwa ada orang di dalam. Sekilas memang pemandangan itu agak menyeramkan, bahkan Ayu, Cindi dan Ilfi berteriak dan menutup wajahnya. Aku juga agak takut saat itu, tapi aku coba memberanikan diri menghampiri orang itu. Dan ternyata orang itu adalah Pak Solichin. Ustadz yang paling dekat dengan para santri dan juga rumahnya tidak berada jauh dari Asrama Putri. Biasa juga dipanggil Pak Ihin. Fiuuuhh…

Rupanya Pak Ihin segera datang ke Asrama Putri setelah mendapat telepon dari orang tuanya Ilfi. Ternyata orang tuanya Ilfi langsung menghubungi Pak Ihin setelah mendengar anaknya menangis ketakutan. Setelah ku buka pintu asrama dan ku persilahkan Pak Solichin masuk, beliau menanyakan keadaan kami. Dengan sigap dan sebilah samurai yang kilatannya menyilaukan mata ku, beliau memeriksa ke arah jendela dan daerah belakang jendela yang belum tertutup itu, karena kami tidak berani menutupnya lagi.

Setelah kedatangan Pak Ihin, kami menjadi lebih tenang. Beliaupun berkata akan mencari orang tersebut dan menyuruh kami untuk kembali beristirahat. Pak Ihin pun kembali pergi dari ASPI. Walaupun detak jantung masih belum sepenuhnya normal kembali, aku juga akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamarku. Aku memberanikan diri melewati lorong koridor ASPI yang sepi sendiri karena tak ada satupun yang terjaga kecuali kami berempat. Dan setelah mengunci pintu utama gedung ASPI, aku langsung menuju kamar dan naik ke ranjangku. Berusaha untuk memejamkan mata walaupun sulit.

Begitu juga dengan Ayu dan dua anak kamarnya itu. Ilfi yang menjadi satu-satunya saksi mata yang melihat pelaku, sangat sulit baginya untuk kembali terlelap. Cindi yang menjadi korban kejahatan, yang kehilangan HP barunya, tak hentinya mencucurkan air mata kesedihan akan kehilangan benda kesayangan dari orang tuanya. Begitu juga dengan Ayu, sang kakak kamar yang bertanggung jawab atas anak-anak kamarnya tersebut terus berusaha menenangkan dan menemani mereka hingga kembali tenang.

Sementara itu Pak Ihin dan tim keamanan sekolah yang lainnya berusaha mencari pelaku dan menyelidiki jejak yang ada. Hingga akhirnya beberapa hari kemudian pelaku kejahatan pencurian HP yang juga meresahkan warga tersebut ditemukan. Disinyalir pelaku telah beberapa kali memasuki wilayah ASPI. Setelah diintrogasi, pelaku mengakui perbuatannya dan berjanji akan mengambalikan barang yang dicurinya atau mengganti rugi. Namun hingga saat ini pelaku belum juga memenuhi janjinya. Pelaku adalah seorang laki-laki berusia 15-16 tahun dan merupakan warga kampung sekitar sekolah ICM. Ia melakukan hal keji tersebut hanya mengikuti nafsunya saja. Karena usianya yang masih belia, kasus ini tidak dibawa ke kantor polisi, tapi diselesaikan secara kekeluargaan.

Akhirnya, para korban terkait pun memaafkan kesalahan si pelaku. Cindi yang menjadi korban tidak memaksa pelaku untuk mengganti HP nya yang hilang. Karena orang tuanya juga bersyukur, “Untung saja HPnya yang dibobol, bukan orangnya” kata orang tuanya Cindi. Dan dari pihak sekolahpun akhirnya membuat solusi dari kejadian ini. guna menambah pengamanan kawasan ASPI, semua jendela kamar dipasang teralis besi. Sehingga asrama ini persis seperti penjara yang dikelilingi teralis besi. Ya, layaknya Penjara Suci.

Dari peristiwa ini, kita dapat mengambil hikmahnya. Bahwa menjaga keamanan itu penting, walaupun dari hal kecil sekalipun. Dan kita juga harus mensyukuri apa yang telah kita miliki. Untuk urusan dunia, kita bisa melihat ke bawah agar kita tidak tinggi hati. Dan untuk urusan akhirat, haruslah kita melihat ke atas agar kita merasa iri dengan kedekatannya dengan Sang Khaliq. Dan satu hal, kita harus memiliki rasa percaya kepada teman. Karena teman kita bisa saling tolong menolong. ^_^

2 komentar: